[CubeEntFF’s Staff] Target – Chapter 2

target-pent-2

Target

author: AoIce

.

.

starring: Pentagon’s Kang Hyunggu || Adachi Yuto || Jung Wooseok

with

Beast’s Doojoon || CLC’s Yoojin || Pentagon’s Hongseok || revealed soon

.

lenght: Chaptered

genre: AU, friendship, school-life, thriller

rating: Teen

.

.

-o0o-

Ayah, jang–”

Orang itu membuka dompet Hyunggu dan hanya mendapati satu lembar uang. “Cih, kenapa kau hanya punya sedikit uang? Cepat pergi! Carikan uang untukku!” Ayah Hyunggu mendorongnya keluar lalu menutup pintu rumah.

Hyunggu hanya bisa mengembuskan napas; pasrah. Sekarang ia tidak akan bisa pergi ke sekolah dengan kendaraan umum. Jarak dari rumahnya ke sekolah cukup jauh, mungkin Hyunggu butuh waktu lebih dari setengah jam untuk sampai di sana dengan berjalan.

Hyunggu berbalik, kembali melangkah ke pagar depan. Tidak ada pilihan lain untuk pergi ke sekolah selain berjalan, kecuali jika–

“Kau?”

–dia bertemu temannya. Tapi apa orang yang–secara mengejutkan–berdiri di depan pagar rumahnya bisa disebut teman?

“Yuto? Sedang apa?” tanya Hyunggu melihat laki-laki itu berdiri di depan pagar rumahnya.

Yuto terdiam sejenak. Matanya menatap ke arah belakang Hyunggu, kemudian beralih kepada manusia yang berdiri di hadapannya. Ia mengeluarkan beberapa lembar kertas dari tasnya dan menyodorkannya ke Hyunggu, “Aku sudah menyelesaikannya, kaubisa mengurus sisanya.”

Hyunggu mengerutkan keningnya, sementara tangannya bergerak menerima kertas itu. Hyunggu sudah cukup terkejut dengan kehadiran Yuto di sini, dan sekarang ia semakin terkejut karena Yuto mengucapkan dua kalimat, bukan satu–seperti biasanya. Sekalipun Yuto hanya memberikan kertas itu tanpa mengucapkan apa-apa, Hyunggu bisa mengetahuinya dengan mengecek lembaran-lembaran itu. Dan itu yang diperkirakannya akan terjadi jika Yuto memberikan tugasnya.

Setelah memberikan kertas itu, Yuto langsung berjalan pergi, mengabaikan Hyunggu yang masih saja mengerutkan keningnya hingga ia menghilang di tikungan. Hyunggu memasukkan kertas tadi ke dalam tasnya, kemudian melihat jam tangannya. Kira-kira hanya ada waktu tiga puluh menit untuk pergi ke sekolah, atau dia akan terlambat. Hyunggu segera berlari melalui jalan yang sama dengan Yuto.

Melewati halte terdekat, Hyunggu melihat Yuto masih berada di sana. Ia tengah duduk menghadap jalan; membelakangi Hyunggu. Hyunggu bersikap acuh tak acuh. Ia terus berlari melewati halte.

“Hei.”

Hyunggu menghentikan langkahnya. Kepala ditolehkan ke belakang, memastikan seruan Yuto barusan ditujukan untuk siapa. Tidak ada orang di sekitar sana selain mereka berdua, maka sudah pasti seruan tadi untuk dirinya. Tapi ia sedikit ragu lantaran Yuto masih mengarahkan pandangan ke jalan.

“Kau memanggilku?”

“Kau benar-benar akan berlari untuk sampai ke sekolah?” Yuto balik bertanya dengan nada dinginnya, seperti biasa. Ia menoleh ke belakang, menatap ke arah yang berlawanan dengan Hyunggu.

Alis bertaut sebagai tanda tidak mengerti. Setahunya, Yuto sangat jarang mengucapkan seseuatu yang mengharuskan pendengarnya memberi balasan, dan juga ia hampir tidak pernah menatap lawan bicaranya.

Sebuah bus berhenti tepat di depan halte. Yuto menoleh ke arah bus itu. Tanpa menjawab pertanyaan Yuto tadi, Hyunggu segera berbalik dan hendak berlari lagi karena ia yakin Yuto akan segera menaiki bus itu.

Tapi sekali lagi Yuto berhasil membuatnya bertanya-tanya.

Yuto menarik tas punggung Hyunggu dan menyeretnya dengan paksa untuk naik bus bersamanya. Hyunggu mencoba mengatakan kepada Yuto kalau ia tidak membawa dompetnya. Tapi sebelum ia sempat mengatakannya, Yuto lebih dulu mengarahkan kartu di tangannya ke mesin scanning hingga berbunyi dua kali. Setelah itu ia langsung mengambil tempat di bagian kanan.

Hyunggu masih mematung di tempat. Apa yang terjadi dengannya? Apa hari kebalikan memang benar-benar ada?

“Ada apa, nak?” Suara pengemudi bus yang sudah cukup berumur itu menyadarkannya. Hyunggu segera menggeleng kemudian mengambil tempat di sebelah Yuto.

“Ada apa denganmu? Kau terlihat aneh, hari ini,” kata Hyunggu. Yuto sama sekali tidak memberi respon, alih-alih menyandarkan kepalanya ke jendela dan menutup matanya. “Aku tahu kau tidak suka menjawab pertanyaan. Tapi, terima kasih.”

Yuto membuka matanya dan menatap Hyunggu dengan tatapan membunuh. Bagi Hyunggu, tatapan itu terlihat seakan Yuto tengah berkata jangan-duduk-di-sebelahku. Hyunggu menarik kedua sudut bibirnya dan segera pindah ke kursi di sisi kiri bus.

-o0o-

Hyunggu meletakkan tasnya di bangkunya ketika ia sudah sampai di kelasnya. Sebelum duduk di bangkunya, Hyunggu melirik murid di sebelah kirinya yang mengeluarkan buku bahasa dan membacanya.

“Kau sudah datang?” Hongseok–teman dekatnya yang duduk di depannya–membalikkan tubuhnya menghadap Hyunggu.

“Kalau aku belum datang, lalu yang kaulihat ini siapa?” Suasana kelas yang tengah ramai membuat Hongseok tak segan untuk tertawa keras setelah mendengar jawaban Hyunggu. “Hongseok, coba tebak, dengan siapa aku pergi pagi ini?”

“Memangnya kenapa?” Hongseok meredakan tawanya sebelum bertanya. “Bukannya kau selalu pergi sendiri?”

“Karena itu. Aku kehilangan dompetku pagi ini. Tadinya kupikir aku harus berlari untuk sampai ke sini, tapi seseorang memaksaku untuk ikut dengannya.” Hyunggu mengecilkan suaranya, khawatir orang yang dimaksud mendengar ucapannya.

“Siapa? Lee Jihye? Kim Sooan? Atau–”

Seseorang yang duduk di sebelah kanan Hyunggu datang ke tempatnya. Ia meletakkan tasnya kemudian duduk di bangkunya sembari mengembuskan napas kesal. Di sudut bibirnya, terlihat luka yang telah mengering.

Hongseok yang tadi berniat menyebutkan semua nama murid perempuan di kelasnya beralih ke laki-laki itu. “Wooseok, apa yang terjadi padamu?”

Wooseok mendengus kesal sebelum menjawab, “Seseorang memukulku karena aku memasuki wilayahnya.”

Hongseok menggelengkan kepalanya sembari berdecak kagum. Belakangan ini, Wooseok selalu mendapat luka baru jika luka sebelumnya sudah sembuh. Dan alasan yang diberikan Wooseok selalu sama jika ia ditanya.

“Hongseok, kau belum menjawab pertanyaanku,” kata Hyunggu.

“Hm… sebutkan saja siapa.” Hongseok memilih untuk menyerah, mengingat murid gadis di kelasnya lebih dari 10 orang.

Hyunggu memberi isyarat kepada kedua temannya untuk mendekatkan telinganya. Setelah menyebutkan namanya, kedua temannya langsung menjauh, menatapnya tak percaya seraya berkata, “Apa?”

Hyunggu terkekeh melihat respon keduanya, “Aku juga terkejut. Bahkan dia berbicara lebih banyak dari biasanya.”

“Yak, kau harus berhati-hati. Bagaimana jika dia… menyukaimu?”

Hyunggu tersentak mendengar perkataan Hongseok. “Kenapa kauberpikir seperti itu?”

“Dia melakukan hal itu padamu secara tiba-tiba, kan? Barangkali otaknya tidak waras.” Hongseok melirik ke arah Yuto yang masih sibuk membaca buku pelajarannya. Hyunggu dan Wooseok juga melirik ke arah yang sama.

“Kauyakin? Dia masih mengusirku saat aku duduk di sebelahnya.”

Hongseok terdiam sejenak mendengarnya, “Itu artinya … otaknya benar-benar tidak beres.”

-o0o-

Ketika posisi sang mentari sudah digantikan oleh rembulan, Wooseok yang sudah berada di rumahnya sejak beberapa jam yang lalu tengah duduk bersandar di sofa sambil menonton TV. Kakaknya belum pulang, atau lebih tepatnya ia tidak tahu apakah kakaknya pulang atau tidak.

Hanya suara yang keluar dari TV yang didengarnya sejak tadi. Saat rungunya mendengar suara pintu terbuka, atensinya segera teralih.

Hyung? Apa itu kau?”

Tapi sayangnya, yang datang adalah seseorang yang tak pernah Wooseok harapkan kehadirannya. Ketika orang itu masuk ke ruang tengah, Wooseok langsung menatapnya tajam, sementara orang itu hanya melihatnya sekilas kemudian masuk ke kamarnya.

Merasa diabaikan, Wooseok berdecak kesal sambil berjanji pada dirinya kalau dia akan membalas perbuatan orang itu kepadanya.

-o0o-

Yoojin membungkukkan tubuhnya ketika pelanggan terakhir hari ini keluar dari toko, kemudian ia membalikkan tulisan yang tergantung di pintu.

“Kaubisa pulang, sekarang,” ujarnya kepada Hyunggu yang masih berdiri di belakang etalase, mengumpulkan nampan yang tertata di dalamnya.

Hyunggu mengangguk seraya tersenyum. Setelah mengumpulkan semua nampan dan meletakkannya di dapur, Hyunggu mengambil tasnya kemudian segera berpamitan kepada Yoojin dan ahjumma.

Keluar dari toko, Hyunggu berbelok ke arah kanan lalu menyebrangi jalanan yang kosong. Setelah itu ia berjalan menyusuri trotoar menuju rumahnya yang tidak terlalu jauh. Hanya ada sebagian kecil bus yang masih beroperasi tengah malam seperti ini, jadi Hyunggu selalu berjalan kaki ketika ia pulang.

Belum jauh melangkah, terdengar suara detican ban disusul bunyi benda keras yang terbentur. Hyunggu menoleh ke belakang. Dilihatnya Yoojin yang tadi sedang mengelap meja mengangkat wajahnya, melihat ke arah sumber suara. Beberapa orang yang berlalu-lalang berlarian mendekati tempat kejadian.

Hyunggu tidak bisa melihat apa yang terjadi karena terhalang bangunan di sudut tikungan. Ketika kakinya hendak dilangkahkan ke sana, Hyunggu tersentak karena seseorang menepuk pundaknya dari belakang. Hyunggu lantas berbalik dan mendapati Wooseok berdiri di belakangnya.

“Kau membuatku terkejut. Sedang apa di sini?”

“Aku hanya bosan di rumah.”

Hyunggu memperhatikan temannya itu. Tampaknya dia tidak membawa barang apapun. “Apa yang kaulakukan di luar?”

“Hanya mencari udara segar.”

Hyunggu berdecak mendengarnya, “Tak heran jika nilaimu tidak pernah membaik. Kau memiliki banyak waktu luang, tapi kau tidak memanfaatkannya.”

Melupakan bunyi keras yang tadi sempat menarik atensinya, Hyunggu menepuk pundak Wooseok kemudian kembali melangkah ke rumahnya. Wooseok melihat sejenak Hyunggu yang mulai menjauh, kemudian ia kembali melanjutkan langkah ke tempat yang hendak ia tuju.

Wooseok berjalan menuju tikungan kemudian segera berbelok. Wooseok melihat dengan jelas bahwa ada sebuah motor yang melaju dengan kecepatan tinggi berbelok ke sini, dan setelahnya terdengar suara yang menarik atensi temannya tadi.

Dan benar saja. Beberapa orang berkerumun di sana, mengangkat motor yang menimpa pengendaranya, sementara sang pengendara terlihat terbaring tak sadarkan diri.

Hyung!” Seseorang berlari dari arah belakang Wooseok ke arah kerumunan itu. Orang itu mendekati pengendara motor itu dan meneriakkan kata yang sama.

Tapi Wooseok sama sekali tidak ingin ikut campur. Wooseok memilih untuk mengambil jalan lain untuk pergi ke kedai internet, daripada harus melewati kerumunan orang itu dan siapa tahu nanti dia diminta untuk menolong.

-o0o-

Keesokan harinya, Hyunggu pergi lebih pagi dari biasanya. Ayahnya belum mengembalikan dompetnya, dan Hyunggu tidak mau menggunakan uang yang disimpannya, jadi ia memilih untuk berjalan saja.

Hyunggu benar-benar berharap Yuto akan berdiri di depan rumahnya lagi dan melakukan hal seperti kemarin. Karena Yuto sedang berbaik hati, kenapa ia tidak memanfaatkannya saja?

Tapi harapan hanyalah harapan. Ia tidak mendapati seseorang berdiri di depan pagar rumahnya. Bahkan ketika ia keluar dari halaman rumahnya, tidak ada orang yang berada di jalan selain dirinya. Hyunggu menggerutui dirinya sendiri. Ayolah, untuk apa menunggu seseorang yang kubenci?

Hyunggu masih menggerutu saat berjalan. Gerakan dan gerutuannya langsung terhenti ketika melihat seseorang tengah duduk di halte sambil menyandarkan kepalanya ke tiang. Hyunggu mendekatinya dan melihatnya dari depan. Orang itu menutup kedua matanya, terlihat seakan ia sedang tertidur.

“Kauingin aku membayarkannya lagi?” Pertanyaan yang tiba-tiba dilontarkan orang itu membuat Hyunggu sedikit terkejut.

Hyunggu menarik kedua sudut bibirnya lalu duduk di sebelahnya. “Kalau kau tidak keberatan.”

Hyunggu bisa mendengar helaan napas dari orang di sebelahnya itu, “Tapi jangan duduk di sebelahku.”

“Baiklah. Omong-omong, kau banyak bicara akhir-akhir ini. Apa ada sesuatu yang terjadi?”

Yuto membuka matanya. Tanpa berpindah dari posisinya, Yuto melirik Hyunggu dengan tajam seakan berkata diam-atau-kubunuh-kau. Dan beruntung Hyunggu mengerti tatapannya, atau mungkin akan terjadi pertumpahan darah di sini karena tangan Yuto sudah mengepal kuat.

-o0o-

Jam makan siang telah datang, dan ruang makan di lantai bawah mulai dipenuhi murid-murid yang kelaparan. Hyunggu dan kedua temannya–Wooseok dan Hongseok–yang sudah mendapat jatah makan mereka segera mengambil tempat. Tanpa kalimat pembuka, ketiganya langsung menyantap makanan mereka.

Sementara itu, Yuto mengambil tempat di belakang Hongseok dan Wooseok yang duduk berhadapan dengan Hyunggu. Di sela makannya, Hyunggu memperhatikan Yuto yang makan sendiri.

“Apa dia tidak punya teman?” Hyunggu bergumam. Kedua temannya yang mendengar gumaman itu mengalihkan atensi mereka, kemudian menoleh ke belakang.

“Salahnya dia terlalu dingin dan menyebalkan.” Hongseok langsung melanjutkan makannya lagi. “Tapi, pagi ini kaupergi dengannya lagi, bukan?”

“Ya, tapi kenapa dia berubah secara tiba-tiba seperti itu?”

“Mungkin dia merencanakan sesuatu?” terka Hongseok. Kedua temannya menatapnya meminta penjelasan. “Siapa tahu seseorang memintanya untuk membunuhmu. Jadi dia mencoba dekat denganmu agar lebih mudah melakukannya.”

“Sepertinya kau terlalu banyak menonton film,” komentar Hyunggu disusul decakan dari mulutnya.

“Tapi bisa saja, kan?”

“Aku tidak peduli dia punya niat buruk atau tidak, tapi sebaiknya kau memanfaatkan ini, Hyunggu. Selama dia sedang baik padamu, minta saja dia membayarkan tarif bus yang harus kau bayar,” kata Wooseok. Hyunggu menyetujui perkataan Wooseok, dengan begitu ia bisa lebih menghemat, bukan?

Hyunggu menghabiskan jatah makannya lebih dulu daripada Wooseok dan Hongseok, jadi dia menunggu kedua temannya menghabiskan makanan mereka. Sembari menunggu, Hyunggu mengedarkan padangannya, siapa tahu ada hal menarik yang bisa dilihatnya.

Hyunggu memusatkan perhatiannya pada gadis yang duduk berjarak beberapa bangku di sebelahnya. Tangannya menggenggam sepasang sumpit, tapi matanya menatap ke arah lain. Hyunggu mengikuti arah pandangnya dan meyadari gadis itu tengah memperhatikan Yuto.

“Hei,” Hyunggu mengetuk meja si gadis untuk menyadarkannya. Sedikit terkejut pada awalnya, gadis itu menoleh tanpa mengeluarkan kata apapun. “Kau menyukainya?”

Gadis itu menggeleng, “Aku dan dia hanya teman.”

Hyunggu membaca nametag si gadis. Hirai Momo. Sepertinya mereka berteman sebelum dia datang ke sini. “Kalian pindah bersama ke sini?”

Gadis itu kembali menggeleng, “Aku datang tahun lalu.”

“Omong-omong, apa dia memang seperti itu? Pendiam, dingin, dan jarang peduli dengan sekitarnya?” tanya Hyunggu. Hongseok dan Wooseok yang baru menyelesaikan makan mereka memperhatikan percakapan keduanya.

Dan sekali lagi, Momo memberikan gelengan sebagai jawaban. “Dia tidak seperti itu. Dia sebenarnya cukup berisik dan–”

Gadis langsung membungkam mulutnya ketika Yuto melintas di sebelahnya dan mengetuk mejanya sebelum melangkah pergi. Momo menundukkan wajahnya lalu bergumam pelan; merutuki dirinya sendiri.

“Ada apa?” Hyunggu melontarkan pertanyaan ketika ia yakin Yuto sudah jauh dan tidak bisa mendengar mereka.

Momo mengangkat wajahnya, “Yuto melarangku untuk memberitahukan segala hal tentang dirinya. Aku minta maaf.” Momo mengambil tempat makannya kemudian berpindah dari tempatnya ke tempat yang lebih jauh.

“Kau mengenalnya?” tanya Hongseok.

“Tidak,” Hyunggu mengambil tempat makannya kemudian bangkit. “Makan kalian sudah habis, kan? Ayo, kita kembali ke kelas.”

-o0o-

Hyunggu baru saja meletakkan nampan-nampan kotor di dapur, kemudian ia melihat jam tangannya. Hari ini toko tutup satu jam lebih awal, dan itu artinya Hyunggu juga bisa pulang lebih cepat. Hyunggu mengambil tasnya kemudian menghampiri ahjumma dan Yoojin yang duduk mengelilingi salah satu meja di dalam sembari menghitung uang.

Ahjumma, apa aku bisa pulang sekarang?”

“Tentu saja. Ah, ini gajimu bulan ini.” Ahjumma memasukkan beberapa uang ke dalam amplop lalu memberikannya kepada Hyunggu.

Hyunggu tersenyum, mengucapkan terimakasih lalu mengulurkan tangannya untuk menerima amplop itu. Tapi ada sebuah firasat tak enak yang membuatnya mengurungkan niatnya menerima gajinya hari ini. Ia takut ayahnya akan meminta uang lagi kepadanya.

Ahjumma, bolehkah aku menitipkan uang ini kepada ahjumma untuk sementara? Aku akan mengambilnya besok pagi.”

Ahjumma mengerutkan keningnya. Tapi kemudian ahjumma mengiyakan permintaan Hyunggu dan meletakkan amplop itu di meja. Setelah itu Hyunggu keluar dari toko dan berjalan pulang.

.

.

Ketika hari sudah sangat larut seperti ini, sangat sulit menemukan bus yang beroperasi, dan Hyunggu hampir tidak pernah melihat seseorang berada di halte saat ia pulang bekerja. Namun kali ini, Hyunggu mendapati seorang laki-laki yang memakai seragam sekolahnya–lengkap dengan tas yang masih bertengger di bahunya–berada di halte. Posisinya sama seperti ketika ia melihatnya tadi pagi.

Hyunggu mendekatinya dan berdiri di sebelahnya. Sepertinya kali ini Yuto benar-benar tertidur karena laki-laki itu tidak memberi respon apapun.

“Sedang apa?” tanya Hyunggu.

Yuto membuka matanya, menoleh ke arah Hyunggu selama satu detik, lalu kembali ke posisinya semula.

Tidak ada jawaban.

Hyunggu tidak berniat menanyakan hal yang sama karena luka yang berada di sudut bibirnya lebih menarik perhatiannya. “Kau berkelahi?”

Alih-alih menjawab, Yuto membenarkan posisi tasnya lalu menatap Hyunggu datar. “Kudengar dari Momo, katanya kauingin memanfaatkanku.”

Hyunggu menautkan alisnya. Ia tidak menyangka kalau gadis itu mendengar percakapan mereka. “Tidak juga. Itu hanya ide Wooseok. Tapi tenang saja, kau tidak perlu membayarkanku lagi. Aku akan mendapatkan gajiku besok pagi, jadi aku bisa pergi sendiri. Terima kasih untuk yang kemarin dan hari ini.”

Hyunggu kembali melanjutkan perjalanannya ke rumah. Ketika tersisa beberapa langkah lagi untuk memijakkan kaki ke halaman rumahnya, Hyunggu hanya bisa pasrah ketika firasat buruknya benar-benar terjadi. Ia berniat untuk berputar jika ayahnya–yang berdiri di depan pintu rumah–tidak memanggilnya. Ayahnya meneriakkan namanya dan menyuruhnya mendekat. Dengan langkah berat, Hyunggu berjalan mendekati ayahnya.

“Kau sudah mendapatkan uang?”

“Belum. Aku belum mendapatkan gajiku.”

Ayah Hyunggu berdecak kesal. Tangan kanannya yang mengepal kuat diayunkan ke pipi Hyunggu, membuatnya langsung jatuh tersungkur. Hyunggu meringis pelan. Ini pertama kalinya ia merasakan luka yang sering dilihatnya pada wajah Wooseok.

“Anak bodoh! Apa kau hanya bisa mendapatkan uang dari gajimu? Banyak barang tidak berguna di rumah ini, seharusnya kau menjualnya!”

Hyunggu mengeraskan rahangnya. Ayahnya memang sering meminta uang kepadanya, bentakan sudah sering keluar dari mulutnya, tapi belum pernah Hyunggu mendapat pukulan seperti ini. Dan Hyunggu bertanya-tanya dalam hati tentang barang tak berguna yang dimaksud ayahnya. Ibunya sudah menjual banyak barang di rumah, dan semua uang itu diambil oleh ayahnya.

“Kenapa ayah sangat berbeda dengan ayah yang dimiliki teman-temanku? Teman-temanku akan meminta uang kepada ayah mereka jika mereka butuh, tapi kenapa ayah meminta uang kepadaku?”

Ayah Hyunggu membulatkan matanya. Raut wajahnya menunjukkan dengan jelas bahwa ia sangat marah. “Kau berani menentangku, huh?!”

Ayah Hyunggu menarik kerah baju Hyunggu, bersiap melayangkan satu pukulan lagi. Ketika tangannya bersiap untuk diayunkan–

.

“Hyunggu.”

.

–keduanya terdiam mendengar suara dari luar pagar.

“Ayo kita pergi.”

Hyunggu menatap orang yang berdiri di depan sana, keningnya berkerut melihat orang itu. Hyunggu tak percaya Yuto adalah orang yang baru saja membuat ayahnya tak jadi melukainya. Walaupun Yuto masih menatapnya dingin dan berkata dengan nada datar, setidaknya itu berhasil menyelamatkannya.

“Ayah, ada temanku. Tidak enak jika ada orang lain yang melihat ayah berbuat seperti ini. Aku pergi dulu.” Hyunggu melepaskan cengkraman ayahnya kemudian segera pergi keluar. Ia merangkul pundak Yuto, bersikap seakan mereka teman dekat dan menariknya untuk pergi.

Setelah berbelok, keduanya berhenti melangkah. Yuto menyingkirkan tangan Hyunggu dari bahunya, menatap Hyunggu sekilas, kemudian kembali berjalan. Hyunggu mengikutinya dan mencoba menyamakan langkahnya.

“Kenapa kau melakukan itu?”

Lagi-lagi Yuto tidak memberi jawaban dalam bentuk ucapan, ia hanya memberi tatapan membunuh seperti biasa.

Hyunggu hanya bisa menghela napas. “Hei, apa kau bersikap baik kepadaku karena kau melihat perlakuan ayahku kepadaku?”

Kali ini Yuto mengerutkan keningnya.

“Kau mengajakku pergi bersama karena kau melihat ayahku mengambil dompetku, kan? Dan melihat yang kaulakukan tadi, sepertinya kau melakukankan itu karena melihat perlakuan ayahku. Apa ayahmu sama seperti ayahku?”

“Tidak. Kedua orangtuaku sangat baik kepadaku.”

“Oh?” Hyunggu cukup terkejut mendengar Yuto menjawab pertanyaannya. “Lalu kenapa?”

“Kau tidak perlu tahu.”

Hyunggu mengumpat dalam hati. “Omong-omong, luka ini cukup sakit juga.”

Yuto menoleh ke arah Hyunggu yang tengah menyentuh luka di sudut bibirnya dengan jarinya. “Kau pasti tidak pernah mendapatkan luka seperti itu.”

“Ya, ini pertama kalinya. Bagaimana denganmu?”

“Aku pernah mendapatkan yang lebih parah.”

Hyunggu tersenyum sekilas. Terbesit sebuah rencana untuk membuat laki-laki ini bicara lebih banyak. “Benarkah?”

Tapi tampaknya Yuto mengetahui niat Hyunggu. Tak ada jawaban yang diterimanya selain tatapan membunuh seperti tadi. Hyunggu lantas menampakkan senyuman tak berdosa menyadari Yuto mengerti maksudnya.

Hyunggu menghentikan langkah, Yuto ikut berhenti ketika sudah berada selangkah di depannya, ia berbalik menatap Hyunggu. Hyunggu menoleh ke belakang, berharap ayahnya sudah pergi.

“Aku harap ayahku sudah pergi. Terima kasih untuk yang tadi.” Hyunggu berbalik, melangkah pergi meninggalkan Yuto.

Yuto masih terdiam di tempatnya; berpikir untuk pulang ke rumah atau tidak. Ia tidak mau berada di luar sepanjang malam, tapi ia juga tak ingin bertemu dengan salah satu orang yang tinggal seatap dengannya.

Hisashiburi.”

Yuto langsung berbalik ketika mendengar suara yang tak asing dari belakangnya. Matanya membulat ketika melihat seseorang yang berdiri di belakangnya. Salah satu sudut bibirnya ditarik ke atas, matanya menatap Yuto tajam seakan hendak menerkamnya.

“Kau terkejut, huh? Aku juga. Kenapa kaubisa ada di sini?” Orang itu terkekeh sebelum melanjutkan, “Tapi ini lebih baik. Dengan begini, aku bisa lebih mudah membunuhmu.”

Orang itu berjalan ke arahnya, tapi ia hanya melewatinya dan berjalan ke arah yang sama dengan Hyunggu pergi tadi.

Yuto masih mematung di tempatnya. Kakinya mendadak terasa ngilu, teringat ketika dirinya berlari sekuat tenaga mencari tempat aman dari kejaran orang itu dan orang-orang lainnya.

Kuso!”

.

.

tbc.

 

4 Replies to “[CubeEntFF’s Staff] Target – Chapter 2”

  1. LAH DIA SIAPA YANG MAU NGEBUNUH YUTO?! SEBELUM ITU TERJADI, LU MATI DI TANGAN GUA WEH /apa ini/caps lock jebol/abaikan/

    Ih yuto baik ya sama abang Hyunggu kuu😍😍😍 aduh makin sayang sama Hyunggu. Itu si Wooseok kenapa ya, ga kasian apa sama muka gantengnya di lukain mulu 😭😭😭

    Aduh updatenya segera yaaa, ingin tahu kelanjutannya. Btw tadi ada Momo ya jadi cameo wkwk

    Disukai oleh 1 orang

    1. Kukira kakak gak suka sama Yuto disini, tapi yang pengen ngebunuh dia pengen dibunuh kakak juga/?

      Wooseok gak kenapa-kenapa kok kak, dia cuma gak ada kerjaan aja…

      Iya… Momo jadi cameo di sini. Tapi dia masih muncul di beberapa chapter ke depan.

      Kalo sesuai rencana, ini maunya diupdate tiap pekan. Ya… doain aja semoga gak ada halangan ^^

      Disukai oleh 1 orang

      1. Wkwkw, aku gasuka karakternya di sini aja gitu. Wkwkw. Wah 😦 dosa ih bunuh aku mah:(
        Kalo mau kerjaan bilang yaaa. Aku ada kerjaan buat dia. Yaitu,,,, mencintaiku sepenuh hati /plakk
        Asik ada neng momo lagii

        Yhuuu aku akan selalu menungguu😄😄😄

        Disukai oleh 1 orang

Give us your cubes!